TB Resistant obat adalah keadaan dimana kuman Mycobacterium Tuberculosis sudah tidak dapat dibunuh atau kebal terhadap obat anti TB (OAT) biasa.
Terdapat 5 kategori resistansi TB terhadap obat, yaitu :
- Monoresistance yaitu resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistant isoniazid (H)
- Polyresistance yaitu resistan terhadap lebih dari satu OAT selain kombinasi isioniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dengan etambutol (HE), isoniazid etambutol dan streptomisin (HES), rifampisin etambutol dan streptomisin (RES)
- Multi Drug Resistance (MDR) yaitu TB resistan obat terhadap minimal 2 (dua) obat anti TB yang paling ampuh saat ini. Yaitu isoniazid (H) dan Rimfapisin (R) secara bersama – sama atau disertai resistan terhadap obat anti TB lini pertama lainnya seperti Etamibutol, treptomisin dan pirazinamid.
- Extensively Drug Resistance (XDR) yaitu TB MDR disertai resistansi terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin)
- TB Resistan Rifampisin (TB RR) yaitu resistan terhadap rifampisin (monoresistan, poliresistan, TB MDR, TB XDR) yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau tanpa resitant OAT lainnya.
Pengobatan TB MDR lebih sulit dilakukan karena :
- Pengobatan TB MDR lebih lama (18-24 bulan bahkan lebih)
- TB MDR tidak bisa diobati dengan obat TB biasa tetapi harus menggunakan obat lain yang disebut obat anti TB MDR. Harga obat TB lini kedua ini jauh lebih mahal (kira – kira 100 kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan pengobatan TB Biasa) dan penanganannya sulit. Jumlah obat yang diberikan lebih banyak dan efek samping yang disebabkan lebih berat dari pada pengobatan TB Biasa.
- Jika tidak diobati dengan tepat, kuman dapat semakin kebal dan pasien bisa meninggal.
Seseorang dapat sakit TB MDR karena pengobatan TB yang tidak tuntas/tidak teratur atau obat anti TB yang diminum tidak sesuai dengan paduan dan dosis yang ditentukan. Kemudian jika pasien TB MDR tidak berobat secara teratur maka pasien dapat menjadi sumber penularan TB MDR bagi orang disekitarnya, penyakit akan bertambah parah, kuman menjadi lebih kebal sehingga obat yang tersedia saat ini tidak mampu mengobati lagi dan akibat terburuk adalah kematian.
TB MDR menular melalui percikan dahak bila pasien bicara, batuk atau bersin. Untuk mencegah penularan kepada orang sekitas maka pasien TB MDR harus menjalani pengobatan sampai dinyatakan sembuh, menjalani etika batuk seperti menutup mulut dan hidung dengan tissue atau saputangan ketika batuk dan bersin, menggunakan masker penutup mulut dan hidung saat berhadapan dengan orang lain, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, buang dahak dan ludah pada wadah berisi air bercampur sabun/karbol.
Seseorang diketahui menderita TB MDR jika ia mempunyai gejala TB dan ketika dahaknya di periksa dan di tes kekebalan kuman TB terhadap obat anti TB (OAT), ketika hasil tes nya menunjukkan kuman telah kebal terhadap obat anti TB (OAT). maka berdasarkan tes ini maka orang tersebut menderita TB Resistan obat (MDR).
TB MDR dapat disembuhkan, pengobatan nya kurang lebih selama 18 – 24 bulan yang terdiri dari 2 tahap :
- Tahap awal yaitu tahap pemberian obat minum dan suntikan sekurang – kurangnya selama 6 bulan.
- Tahap lanjutan yaitu pemberian obat minum tanpa suntikan.
Tabel Pemantauan Pengobatan TB MDR - Sumber : Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis |
Untuk mengetahui kemajuan pengobatan, pasien akan diminta menjalani pemeriksaan dahak dengan menyerahkan dahak Sewaktu (S) atau dahak Pagi (P) pada : Tahap awal satu bulan sekali dan pada Tahap lanjutan dua bulan sekali. Pemeriksaan dahak dilakukan dari pengobatan tahap awal sampai tahap akhir . Pengobatan dinyatakan lengkap dan selesai oleh dokter.
Obat TB MDR dapat memiliki efek samping seperti mual, muntah, nyeri perut bagian atas, diare, pusing, nyeri sendi, nyeri otot, dan nyeri tulang. Efek samping berat berupa depresi yang berdampak pada perubahan perilaku dan pendengaran berkurang sampai tuli.
Dengan masa pengobatan yang cukup lama, pasien TB MDR perlu diberikan bantuan dan pendampingan dari orang – orang disekitarnya agar pasien tetap fokus dan semangat dalam menjalani pengobatan dan minum obat secara teratur sesuai arahan petugas kesehatan. Perhatikan pula informasi ketersediaan obat TB MDR karena obat tersebut tidak selalu ada di sejumlah apotek / rumah sakit di wilayah tertentu.
Demikian informasi tentang Tuberkulosis Resistan Obat (TRO), semoga artikel ini dapat memberikan kesadaran (awareness) akan bahaya TB MDR dan informasi cara mencegahnya yaitu dengan berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan bersikap positif memberi dukungan kepada mereka yang terinfeksi TB MDR agar mau menjalani pengobatan dengan lengkap dan teratur sampai sembuh.
Sumber : TB Indonesia dan Kementerian Kesehatan RI.
Komentar